Teknik Diam | Tafakur Hakiki

Teknik Diam | Tafakur Hakiki

Praktik Diam [Tafakur Hakiki] itu menyatukan ingatan dan perasaan.

Caranya:
Pandang tubuh yang diam itu/tubuh maharuang/Zahiru Rabbi itu.
Rasakan diamnya tubuh yang di dalam pusat [pusar].
Bukan merasakan diamnya tubuh kamu yang zahir, melainkan merasakan diamnya tubuh yang di dalam pusat [sama-tengah hati].

Turunkan perasaanmu di pusat dan pusat jangan kamu tarik-tarik ke dalam atau ke luar. Turunkan perasaan ke “pusat diam” di pusat kita. Bukan menahan napas, melainkan mendiamkan perasaan.

Coba rasakanlah sendiri.
Kalau perasaan sudah diam, bersih pikiran dan perasaan.

Orang bodoh mau menenangkan pikiran dengan makan obat penenang. Mendiamkan saja perasaan, sudah bisa tenang. Untuk apa diubah-ubah dengan obat-obatan.

Lakukan praktik diam ini.

Teknik Diam | Tafakur Hakiki

Praktik Diam [Tafakur Hakiki] itu menyatukan ingatan dan perasaan.

Caranya:
Pandang tubuh yang diam itu/tubuh maharuang/Zahiru Rabbi itu.
Rasakan diamnya tubuh yang di dalam pusat [pusar].
Bukan merasakan diamnya tubuh kamu yang zahir, melainkan merasakan diamnya tubuh yang di dalam pusat [sama-tengah hati].

Turunkan perasaanmu di pusat dan pusat jangan kamu tarik-tarik ke dalam atau ke luar. Turunkan perasaan ke “pusat diam” di pusat kita. Bukan menahan napas, melainkan mendiamkan perasaan.

Coba rasakanlah sendiri.
Kalau perasaan sudah diam, bersih pikiran dan perasaan.

Orang bodoh mau menenangkan pikiran dengan makan obat penenang. Mendiamkan saja perasaan, sudah bisa tenang. Untuk apa diubah-ubah dengan obat-obatan.

Lakukan praktik diam ini.

Pada tanggal 12 Mei 2017 12.37 AM, “Ahmad Muhyidin” <ahmadmuhyidin73@gmail.com> menulis:

Teknik Diam | Tafakur Hakiki

Praktik Diam [Tafakur Hakiki] itu menyatukan ingatan dan perasaan.

Caranya:
Pandang tubuh yang diam itu/tubuh maharuang/Zahiru Rabbi itu.
Rasakan diamnya tubuh yang di dalam pusat [pusar].
Bukan merasakan diamnya tubuh kamu yang zahir, melainkan merasakan diamnya tubuh yang di dalam pusat [sama-tengah hati].

Turunkan perasaanmu di pusat dan pusat jangan kamu tarik-tarik ke dalam atau ke luar. Turunkan perasaan ke “pusat diam” di pusat kita. Bukan menahan napas, melainkan mendiamkan perasaan.

Coba rasakanlah sendiri.
Kalau perasaan sudah diam, bersih pikiran dan perasaan.

Orang bodoh mau menenangkan pikiran dengan makan obat penenang. Mendiamkan saja perasaan, sudah bisa tenang. Untuk apa diubah-ubah dengan obat-obatan.

Lakukan praktik diam ini.

Tadrib : Manage Proses atau Manage Hasil ?

Tadrib : Manage Proses atau Manage Hasil ?

“Dan bersabda Allah pada malaikatNya bahwa akan menjadikan Khalifah di bumi…” Sabda Allah dalam surah Al Baqarah. Ayat tersebut hampirlah bahkan sangat familiar di telinga umat muslim atau bahkan ditelinga umat manusia. Tak lain, ayat tersebut menjelaskan momen dimana Allah hendak menjadikan khalifah (pemimpin) di bumi. Yang menjadi daya tarik adalah Khalifah tersebut adalah umat manusia. Sangat relevan dengan ayat “bahwa Allah menjadikan manusia sebaik baik nya ciptaan”, inilah kuasa Allah antara ayat yang satu dengan ayat yang lain saling keterkaitan.

Adapun, Khalifah dalam ayat tersebut adalah manager atau pemimpin yang bakal mengolah bumi dan memanfaatkan bumi. Berbicara manage atau mengolah, saya jadi teringat dawuh dawuh (pesan pesan) guru, kyai saya. Begini, beliau beliau selalu mengatakan bahwa hasil tak pernah menghianati proses, ada lagi yang berpesan, ikhtiar lah, urusan hasil adalah urusan Allah, ada juga yang ngendikan (bersabda) hasil adalah kehendak Allah, Proses adalah hak manusia beserta Allah. Dari semua dawuh guru saya, saya mencoba menelan dengan pelan nasihat terakhir Hasil adalah kehendak Allah, Sedangkan proses adalah hak manusia beserta Allah”.Nasihat tersebut seolah olah memberi keyakinan bahwa Allah tak hanya mengurus hasil melainkan juga menemani bahkan mengiringi dalam setiap proses manusia, Allah tidak semata mata menunggu manusia sampai pada tahap hasil, melainkan Allah menjadi pengiring dan Maha Menunjukkan dalam setiap langkah proses manusia. Inilah betapa pentingnya Bismillah diawal sebuah proses (pada artikel sebelum nya).

Pun dengan nasihat tersebut, saya pribadi menjadi sangat yakin bahwa memang tugas manusia ini sebenarnya adalah mengolah proses sebaik mungkin (dalam artian berusaha), tidak berlebihan dalam berangan angan hasilnya atau kinerjanya akhir seperti apa. Ada nasihat yang indah, sangat indah “Kita hidup di dunia ini sebenarnya untuk mati, bukan untuk surga dan neraka, dua perkara tersebut adalah urusan Allah”. Pesan pesan guru saya tersebut jutru menjadikan keyakinan bahwa proses lebih penting dibanding berangan angan dan berlebihan memikirkan hasil akhir. Dalam buku yang “Menulis yang Mentaqwakan”, ada salah satu istilah yang disebut dengan Tadrib. Tadrib adalah mengatur hasil.

Tadrib. Dalam sebuah perjalanan hidup, kita (saya dan anda) sering dihadapkan pada tuntutan keinginan, dengan kebutuhan, atau bahkan dikejar oleh kewajiban. Semua hal tadi tidak lain disandingkan dengan harapan dan kenyatan, atau pasti tidak lain tentang proses dan hasil. Kenyataanya, kita sering berangan angan, mengira, bahkan menjadi wakil Allah, sebagai pengatur hasil. Pernyataan tersebut bukan berarti memberikan larangan untuk me manage segalanya dengan baik, jelas saya pun tak berhak melarang. Yang saya maksud adalah membatasi diri untuk tidak berlebihan dengan perkara hasil. Biarlah kita semangat, kita kreatif, inovatif dalam setiap proses, nikmatilah dan syukurilah setiap kemudahan atau kesulitan proses, Allah menjamin kebaikan pada hasil akhirnya. Bukankah setiap keputusan Allah adalah sebaik baik nya keputusan walaupun menjadi hal yang kurang enak bagi kita (manusia) ?