Dzikrullah! Hati pun Tenang

Dzikrullah! Hati pun Tenang – Dr. Aidh Al-Qarni MA

Oleh: Dr. Aidh Al-Qarni MA

waktu tanpa dzikir adalah kerusakan; umur tanpa dzikir adalah kehancuran; dan hidup tanpa dzikir adalah berlalu sia-sia.

Dzikrullah (dzikir kepada Allah) mencakup aspek yang luas, dan dapat menyempurnakan ibadah. Dzikrullah adalah jalan yang paling dekat menuju surga, jalan yang paling mudah menuju keselamatan, serta simbol ketaatan yang paling mudah.

Seorang hamba yang diberi kemampuan untuk senantiasa dzikrullah, dia akan sampai pada tujuan, diterima amalnya, dan akan memperoleh setiap kebaikan. Sebaliknya, orang yang terhalang dari dzikrullah akan tersingkir dan terisolasi. Semua pintu akan tertutup untuknya.

Dzikrullah adalah kekuatan hati, penghapus dosa-dosa, dan amal yang diridhai Allah, Rabb seluruh makhluk. Apabila hati lalai berdzikir, maka tubuh akan berubah menjadi kuburannya. Pemilik hati seperti ini menjadi orang yang gagal, binasa, risau, gelisah, dan penuh sesal.

Dzikir adalah “pedang” Allah untuk membabat kepala setan. Talinya dapat mengantarkan pelakunya kepada ikatan iman yang terkokoh dan jalan yang dapat menuntun penempuh menuju taman-taman surga. Bentengnya dapat melindungi seorang hamba dari setan berbentuk manusia maupun jin. Sumber airnya tawar dan segar, didatangi oleh setiap orang yang kehausan.

Dengan dzikir, Allah memalingkan hamba dari kesusahan dan duka nestapa; menghilangkan kesengsaraan dan derita; menjaganya dari setiap bencana; serta menjadikan segala musibah menjadi remeh baginya.

Ahli dzikir adalah hamba-hamba Allah yang paling terdepan. Mereka adalah seutama-utamanya golongan mujahidin, semulia-mulianya golongan sabiqin, dan secerdik-cerdik golongan mujtahidin.

Ahli dzikir mengungguli orang yang bersedekah dengan harta, lebih utama daripada mujahid yang turun di medan perang, dan lebih tinggi daripada orang yang mendirikan shalat di malam hari dan berpuasa pada siangnya. (namun ini tidak semerta-merta membuat kita meninggalkan amalan-amalan lain, sebab konteks dzikir sebagaimana diulas di muka adalah sangat luas)

Dzikir adalah modal bagi orang yang hendak berdagang. Dzikir adalah laba bagi orang yang takut rugi. Dzikir adalah kesenangan, kegembiraan, kenyamanan dan kenikmatan. Dan dzikir merupakan benteng penangkal dari setiap musuh, pencuri dan penyerang.

Ahli dzikir selalu bersama Ar-Rahman & Ar-Ridhwan, kekasihnya adalah Ad-Dayyan. Dia selamat dari kesusahan dan kesedihan; tak merasakan jauhnya perpisahan dari keluarga, handai taulan atau jiran. Dia tidak merasakan keterasingan, meski tinggal jauh dari kampung halaman dan negerinya.

Orang yang berdzikir kepada Allah adalah orang yang paling besar peruntungannya. Ia berada dalam kenikmatan yang besar dan memperoleh kemuliaan.

Kepadanya, Allah telah menjanjikan untuk menentramkan hatinya, sehingga dia tidak merasa susah, tidak berduka, tidak khawatir dan tidak sedih. Allah menjanjikan kepadanya bahwa dia tidak akan sesat, tak akan celaka, tak akan menyesal, dan tak akan terhina.

Hati orang yang senantiasa berdzikrullah laksana taman hijau yang sejuk. Rindang dedaunannya, matang buah-buahnya, teduh naungannya, segar airnya, dan indah panoramanya.

Dzikir adalah pengkilap hati, obat dan penawarnya apabila ia sakit; dan akan menghilangkan kemunafikannya, ujub, sum’ah, dan riya’nya. Dzikir adalah surga Allah di bumiNYA, yang barangsiapa tidak memasukinya, niscaya dia tidak akan masuk surga akhirat. Ia adalah jamuan makanNYA, yang barangsiapa menjawab para penyerunya, maka akan mengakhiri hidup dengan kebahagiaan.

Ia adalah bukti kebenaran iman, tanda kecintaan kepada RabbNYA, sekaligus tanda yang nyata atas kedekatannya dengan Penciptanya. Hidup tanpa dzikir tak dapat terbayangkan. Umur tanpa dzikir tak bermanfaat. Usaha tanpa dzikir tak diterima.

Dzikir adalah spirit kerja, mahkota ibadah, stempel ketaatan yang membuang kesepian, mengusir keterasingan, melenyapkan was-was, menghilangkan kesedihan, mencairkan kekerasan dan menjauhkan kelalaian.

Dzikir laksana sungai besar yang mengaliri kebun amal. Laksana mata air yang menjadi tempat pelepas dahaga hamba-hamba Allah di dunia.

Dzikrullah adalah iman, pelindung dan penangkal. Ia adalah iman yang akan membebaskan pemiliknya dari kenifakan dan kekafiran, menyatakan kebenarannya dalam ibadah dan keikhlasannya dalam ketaatan, serta kekuatannya dalam bermujahadah. Ia adalah pelindunga dari hal-hal yang menakutkan, merusak, berbagai musibah dan fitnah. Dan ia adalah penangkal dari tipu muslihat iblis, dan godaan, bujukan, hasutan, dan rayuannya.

Semua manusia hakikatnya adalah orang-orang mati, kecuali orang-orang berdzikir. Semua hamba Allah itu lalai, kecuali mereka yang berdzikir. Semua makhluk ciptaan itu hanya bermain-main dan bersenda gurau, kecuali mereka yang berdzikir.

Waktu tanpa dzikir adalah kerusakan. Umur tanpa dzikir adalah kehancuran. Hidup tanpa dzikir adalah berlalu sia-sia.

“Ingatlah padaKU, niscaya AKU akan mengingat kalian” (Al-Baqarah : 152)

Ini adalah medali paling besar yang tergantung di dada orang-orang yang berdzikir, dan mahkota teragung yang terletak di kepala orang-orang yang berdzikir. Sekiranya tak terdapat dalam dzikir selain dari manfaat yang besar ini, niscaya cukuplah manfaat itu bagi seorang hamba.

“Aku mengikuti persangkaan hambaKU padaKU, dan Aku bersamanya apabila dia mengingatKU”

Ini adalah ma’iyyiah (kesertaan) berupa kedekatan, pertolongan, taufik, penjagaan, dukungan, dan pelurusan. Barangsiapa yang Allah bersamanya, maka bagaimana dia bisa sesat, hina, takut, sedih, menyesal, atau risau?

“Siapa yang mengingatKU dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diriKU”

Allahu Akbar! Alangkah mulianya hamba yang mau berdzikir saat Dzat Yang Paling Mulia di antara Yang Mulia dan Yang Maha Penyayang di antara Penyayang mengingatnya. Mengingat dengan namanya, sifatnya dan jati dirinya di antara seluruh makhluk ciptaanNYA. Berasamaan pula dengan nikmat Allah yang akan mengingat ahli dzikir ini kelak di akhirat. Akan turun pula rahmat, keridhaan, shalawat, dan ampunanNYA.

“Dan siapa yang mengingatKU dalam kumpulan orang, maka Aku akan mengingatnya dalam kumpulan yang lebih baik daripadanya”

Siapa yang mengingat Allah di tengah-tengah manusia di bumi, maka Allah akan mengingatnya di antara para malaikat muqarrabiin. Di sana, para malaikat duduk di atas tempat yang tinggi dan tempat yang paling membanggakan. Nama hamba tadi disebut dan diagungkan di hadapan mereka.

Apabila cinta manusia-manusia yang tengah mabuk kepayang pada Laila dan Salma merampas otak dan akal, maka apa yang akan diperbuat si pemabuk cinta yang mengalir dalam hatinya kerinduan pada Al-Alimul A’la.

“Ingatlah, dengan mengingat Allah, maka hati menjadi tenang” (Ar-Ra’d : 28)

Tenang setelah mengalami kegoncangan, reda setelah dirundung kerisauan, dan gembira setelah dihimpit kesedihan. Senang setelah dirundung kesusahan, aman setelah dilanda ketakutan, tentram setelah diliputi keraguan, dan yakin setelah dihinggapi kebimbangan.

Tak ada sesuatu yang dapat melegakan hati, meyenangkan, menyamankan, dan menggembirakannya seperi dzikir kepada Allah. Tak ada seorang pun memikat di dunia dapat meredam berbagai gejolak jiwa manusia. Ayah pengasih, orang tua baik, istri cantik, rumah elok, makanan yang menundang selera, mobil mewah, pangkat tinggi, taman asri, atau istana megah.

Semua itu -dan yang lainnya- tak dapat memadamkan kobaran api yang menyala-nyala, tak dapat memenuhi hajatnya, tak dapat memuaskan haus dahaganya, tak dapat menyembuhkan sakitnya, tak dapat menduduki posisi dzikrullah, apabila hamba kehilangannya. Bahkan apabila seseorang telah bertindak benar, berbuat baik dan berlaku tulus, maka dzikrullah akan mencukupinya, menyembuhkannya, menyehatkannya, dan memenuhi hajatnya.

“Dan sungguh dzikrullah itu adalah yang paling besar” (Al-Ankabut : 45)

Ia lebih besar daripada segala sesuatu, daripada kekuatan yang batil apabila menyerang hati. Lebih agung daripada kesewenang-wenangan yang munkar apabila menyatroni hati, dari gejolak syahwat apabila berkobar dalam diri.

Dzikrullah dalam sholat lebih besar faidahnya daripada faidah sholat yang mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dzikrullah itu lebih besar dari amal apapun, dan lebih mulia dari perkataan apapun. Ia lebih indah dari pembicaraan manapun. Sesungguhnya setiap ibadah diwajibkan untuk satu tujuan, yaitu dzikir. Dan semua syariat ditegakkan untuk menegakkan dzikir.

“Berdzikirlah (sebut-sebutlah) Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membanggakan) bapak-bapak kalian, atau bahkan berdzikirlah yang lebih banyak dari itu” (Al-Baqoroh : 200)

Allah adalah Dzat Yang Paling Agung untuk disebut, maka wajib menyebut Allah lebih banyak daripada menyebut nama setiap orang, bahkan menyebut bapak-bapak sendiri, mereka yang wajib disayangi secara tulus, wajib diberi bakti, dan wajib dicintai. Sudah sepantasnyalah setiap orang yang mentauhidkan Allah untuk selalu konsisten berdzikir kepada Rabbnya, dan untuk selalu mengingat Allah Yang Maha Benar, agar dia menjadi orang yang dekat kepadaNYA dan dicintaiNYA.

“Sebutlah nama Allah sambil berdiri, atau duduk, ataupun berbaring” (An-Nisa : 103)

Ini adalah beberapa posisi keadaan seseorang. Bisa berdiri, duduk, atau berbaring. Maka dalam setiap keadaannya seseorang harus mengingat Allah. Jangan sampai ia berpisah dari dzikir di waktu berdiri, duduk, ataupun berbaring. Dzikrullah keluar bersama dengan tiap desah nafasnya, berulang-ulang bersama dengan tiap denyut jantungnya. Dalam keadaan mukim, ataupun safar, siang ataupun malam, sebagaimana Rasulullah SAW pun berdzikir kepada Allah setiap waktu.

“Wahai orang-orang yang beriman sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya” (Al-Ahzab : 41)

Bukan hanya di satu waktu saja namun tidak di waktu lainnya; atau dalam satu keadaan saja namun tidak pada keadaan lainnya. Bahkan lisan harus senantiasa basah menyebut nama Allah, dan jantung harus senantiasa berdenyut mengucap syukur kepadaNYA. Jadi, dzikir seorang hamba kepada Allah merupakan bekalnya, kehidupannya, semangatnya, yang menyedapkan pandangan matanya dan menyenangkan hatinya.

Dzikir yang banyak maksudnya adalah dzikir dalam banyak waktu, yang meramaikan hati, yang lisan tekun mengucapkannya. Dengannya, hati menjadi baik, dan anggota badan jadi berbudi karenanya.

“Permisalan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingatNYA adalah seperti orang yang hidup dan yang mati”

Perhatikan permisalan ini! Renungkanlah bukti yang jelas lagi gamblang ini, yang dapat dikenal oleh orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya.

Persoalannya adalah hidup dan mati! Orang yang berdzikir serupa orang yang hidup, dapat melihat, dapat mendengar, dapat memperhatikan dan dapat berfikir; sementara orang yang lalai dari dzikir serupa dengan orang yang mati, tak ada kehidupan padanya, tak dapat mendengar, tak dapat melihat, dan tak dapat pula berpikir.

Rasulullah SAW bersabda, “Telah sampai lebih dulu golongan mufarridun, yakni kaum lelaki dan kaum wanita yang banyak berdzikir kepada Allah”

Mereka adalah hamba-hamba Allah yang terdepan, pelopor orang-orang yang taat, pemuka orang-orang yang mengenal Allah, dan ahli-ahli ibadah pilihan. Mereka mendahului para mujahid, para mujtahid, para ahli shiyam dan para ahli sedekah dengan dzikir mereka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Maukah aku beritahukan kepada kalian sebaik-baik amal kalian, dan yang paling suci di sisi Rabb kalian (dan yang tertinggi derajatnya) dan lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada menyongsong musuh kalian – lalu kalian membabat leher mereka dan mereka membabat leher kalian?” mereka menjawab, “Tentu ya Rasulullah!” Rasulullah bersabda, “Dzikir kepada Allah Ta’ala”

Maka anugerah apalagi setelah ini? Dan kesuksesan apalagi di belakang ini? Dan pahala manalagi yang lebih besar daripada ini?

Hakikat ma’rifat

Hakikat ma’rifat

Rasa adalah faktor yang dibangkitkan oleh ridlo (kerelaan), yaitu ma’rifat kepada Allah.
Dan ma’rifat itu adalah cahaya yang ditempatkan oleh Allah dalam qalbu hamba yang dicintaiNya.
Tak ada yang lebih besar dan lebih Agung ketimbang cahaya itu.
Sedangkan hakikat ma’rifat itu adalah hidupnya hati dengan Yang Maha Hidup,
Sebagai mana FirmanNya; “Adakah orang yang keadaan mati, maka kami hidupkan dia? ”
Begitu juga “Agar menjadi peringatan bagi orang yang hidup (hatinya) “,
Ayat lain “Maka Kami hidupkan ia, dengan kehidupan yang baik “

Hakikat ma’rifat 

Rasa adalah faktor yang dibangkitkan oleh ridlo (kerelaan), yaitu ma’rifat kepada  Allah.

Dan ma’rifat itu adalah cahaya yang ditempatkan oleh  Allah dalam qalbu hamba yang dicintaiNya. 

Tak ada yang lebih besar dan lebih Agung ketimbang cahaya itu. 

Sedangkan hakikat ma’rifat itu adalah hidupnya hati dengan Yang Maha Hidup, 

Sebagai mana FirmanNya; “Adakah orang yang keadaan mati, maka kami hidupkan dia? ”

Begitu juga “Agar menjadi peringatan bagi orang yang hidup (hatinya) “,

Ayat lain “Maka Kami hidupkan ia, dengan kehidupan yang baik “